Adakah krama
Yang namanya dunia prasasti, babad, lelintihan atau soroh, penekunnya masih tergolong langka. Bahkan, tidak banyak orang yang tertarik dengan dunia sejarah, apalagi bidang yang satu ini diperlukan keahlian khsus. Sebaliknya, bagi I Nyoman Sudana, justru merasa senang bahkan tidak menemui hambatan di dalam menekuni dunia lelintihan. Pasalnya, dia mendapatkan ilmu dari bakat dalam diri sendiri.
Bahkan, ayah dua anak ini mengaku, dia berbakat di bidang lilintihan atau prasasti. Tapi, guna menambah wawasan di bidang yang dia tekuni, sempat belajar dari seorang guru babad bernama Guru Gede Soebandi. Beliaulah (kini alm) yang memberikan bimbingan. Di dalam hubungan guru dan murid tersebut, Sudana ternyata sudah mendapat peran besar di dalam tulis menulis prasasti.
Kalau Guru Soebandi adalah ahli mengungkap babad, sebaliknya pria yang tinggal di Banjar Dangin Sema, Desa Tumbak Bayuh, Mengwi, Badung adalah juru tulisnya. Apa yang diungkap oleh gurunya dia mampu mengubahnya ke dalam bentuk prasasti. Dia berguru sejak tahun 1994, sehingga ia mampu memberikan tuntunan bagi krama
Di samping sibuk dengan dunia lelintihan, alumni SMKI ini juga seorang seniman yang cukup sibuk. Karena sibuknya mengurus berbagai aktivitas seninya, dia selalu menekankan sebelum menemui dirinya agar melakukan kontak sebelumnya. “Tiang mohon maaf kepada siapa saja yang ingin konsultasi, cobalah kontak dulu agar tidak rugi. Apalagi datang dari jauih,” pinta Sudana dengan tenang.
Di dalam dunia yang serba maju ini. tutur pria yang akrab dijuluki Dalang Tatuek ini, memahami jati diri atau menelusuri lelintihan sangat perlu. Dikatakannya, bagi siapa yang tidak tahu jati diri, serta sama sekali tidak pernah mengetahui kawitan, akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Karena itulah, Sudana yang menghabiskan tenaganya sebagai PNS, merasa bertanggung jawab atas semua itu. Mungkin dapat dibayangkan, bagaimana gelapnya hidup ini kalau sampai wit, soroh, lelintihan tidak diketahui. Orang
Masalah soroh, lelintihan, sepatutnya dicari sumbernya. Karena, barang siapa yang lupa atau sekian tahun tidak pernah nyambung sebagai ikatan leluhur, akan berdampak tidak baik bagi keluarga.
Sudana berharap, carilah wit, lelintihan sampai ketemu. Kalau tidak ketemu, bisa dicari dengan cara lain. Bisa datang ke balian-balian atau kepada orang suci agar keyakinan terhadap leluhur semakin mantap.
Dikatakan seniman dalang ini, banyak umat yang tidak tahu, bahkan camput dari lelintihannya.
“Bayangkan, kalau kita sebagai keluarga yang tidak tahu soroh, lelintihan, ada yang kurang di dalam kelurga. Masalah selanjutnya juga timbul, di mana lantas persembahyangan dilakukan,” ingat Sudana kepada krama
Mohon Petunjuk Leluhur
Di antaranya : rumah tangga cekcok, sakit tidak ada obatnya, selalu sial, serta bentuk-bentuk penghambat hidup lainnya. Untuk itu, sebaiknya dicarikan jalan niskala, mohon petunjuk kepada leluhur. Karena beliaulah yang akan memberikan perlindungan kepada perti sentananya.
Beliau akan memberikan jalan. Setelah ketemu dengan kawitan (jati diri), selanjutnya lakukanlah bendu piduka, caru, banten mawadah dulang. Kalau seandainya 10 kali piodalan berturut-turut tidak pernah sembahyang, maka disambung dengan bendu piduka.
Kalau tidak ketemu juga, alangkah baiknya konsultasi kepada orang yang paham dengan lelintihan.
Sudana yang mengasuh acara babad di Radio Yudha setiap hari Jumat mulai pukul 13.00-15.00.wita selalu mendapat respon dari pendengar. Sudana pun mengaku sudah siap membantu memberikan konsultasi kepada umat yang ingin menanyakan lelintihannya atau sorohnya.
Dirinya sangat siap membantu umat manusia yang putus kawitan, hanya saja komunikasi sebelum datang ke rumahnya. Dia menyarankan, babad sangat penting diketahui, paling tidak tahu jati diri/soroh, wajib tahu pengetahuan. Lelintihan paling penting, karena itu adalah asal-usul, soroh dari umat manusia. Sudana membeberkan, kenapa manusia bisa pisah dari sorohnya? Sebabnya adalah merantau, karena perang, tugas dinas dan penyebab lainnya. Patra & Andiawan