Diterbangkan Kereta ke Pura Dalem Agung
Ilmu pengetahuan sangat luas jika dibicarakan, tidak selalu bisa diperoleh lewat bangku sekolah ataupun dari buku. Seperti berbagai pengetahuan yang dimiliki Jro Mangku Gede Sukarata dari Banjar. Bale Agung, Ds. Bumbungan, Klungkung diperoleh dari sabda lewat pengalaman semadhi yang dilakukannya.
Sungguh unik menelusuri pengalaman hidup Mangku Sukarta yang pada awalnya tidak luput dari berbagai cobaan. Sejak baru lahir, ia sering sakit-sakitan hingga masa kanak-kanaknya masih saja mengalami sakit. Sampai diketahui ia kapingit dan diangkat menjadi pemangku. “Dari kecil sudah diangkat menjadi pemangku. Namun tiang nangguh, dan berjanji setelah punya anak baru ngiring,” jelas Mangku Sukarata.
Di usianya yang ke-29 tahun kemudian mawinten sebagai pemangku. Dari sinilah terjadi perubahan pada dirinya. Semua kegiatan duniawi perlahan ia tinggalkan dan menghantarkannya pada penyucian diri. Dengan dorongan pribadi serta tuntunan dari Beliau, Mangku Sukarata melakukan tirtayatra ke tempat-tempat suci di Bali maupun luar
“Semadhi yang sebenarnya, kita memohon kepada Bhatara-Bhatari leluhur, mengosongkan pikiran dalam keadaan perut tidak kenyang. Mohon panugrahan Hyang Guru, Kawitan. Kalau sudah dituntun oleh Beliau maka pasti bisa semadhi, silahkan kemana tujuannya.” Jelas Mangku Sukarata.
“Dari tempat semadhi tiang menuju ke kawitan, kemudian saya diterbangkan dengan sebuah kereta menuju ke Pura Dalem Agung. Sampai di Dalem Segening, saya memohon ditemukan di pohon beringin yang ada di pura tersebut. Kemudian saya diterbangkan ke Pura Goa Lawah dan bertemu dengan putri cantik yang memberi saya anugrah untuk ke Pura Besakih,” tuturnya. Dari Besakih kemudian ke Pura Batu Karu diantar oleh kuda. Sesampai di taman Batu Karu Jro Mangku mendapat pembersihan dari Beliau.
Dalam semadhi tersebut ia melihat jelas seperti apa yang ada di alam nyata, begitu juga dengan banten yang digunakan seperti banten sesayut. Setelah mendapat pembersihan tersebut, Jro Mangku kemudian menaiki tangga kaja kangin. Sampai di atas ia bertemu dengan Dewa Siwa. “Di sanalah istananya di langit yang agak kebiruan. Tiang diwinten oleh Beliau, duduk di atas sapi dengan upacara bebantenan yang sama seperti di dunia nyata,” ungkapnya. Pulangnya dari pawintenan tersebut, ia kembali ke Bhatara Kawitan dan diberikan panugrahan berupa pakaian pemangku dengan baju berwarna putih dan kampuhnya berwarna kuning. Sedangkan dari Dewa Siwa ia mendapat baju dan kampuh dengan warna putih. I.A Sadnyari